PENGARUH BAHASA PERGAULAN DALAM PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Postingan saya kali ini akan membahasa tentang Pengaruh Bahasa
Pergaulan Dalam Perkembangan Bahasa Indonesia.
Dewasa ini, pemakaian gaya berbahasa yang baik dan benar
mulai diacuhkan oleh masyarakat, terutama oleh remaja. Remaja enggan
menggunakan gaya berbahasa yang baik dan benar sesuai kaidah-kaidah berbahasa
Indonesia dalam percakapan sehari-hari karena dianggap terlalu formal dan
ketinggalan zaman.
Pertama kita bahasa dahulu apa itu bahasa gaul dan mulai
muncul dan populernya di Indonesia.
Bahasa gaul adalah bahasa yang digunakan sebagai bahasa
pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir tahun 1980-an. Bahasa gaul pada
saat itu dikenal sebagai bahasanya para anak jalanan disebabkan arti kata
prokem dalam pergaulan sebagai preman. Contoh bahasa gaul diantaranya :
kamu-loe, aku-gue, tidak peduli-emang gue pikirin, ayah-bokap, ibu-nyokap dll.
Pada umumnya bahasa gaul digunakan sebagai sarana komunikasi di antara
sekelompok remaja tertentu. Dengan sarana komunikasi itu mereka dapat bebas
menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar
orang lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan. Karena masa
remaja memiliki karakteristi antara lain pengelompokan, petualangan dan kenakalan.
Sehingga keinginan untuk membuat kelompok eksklusiflah yang menyebabkan mereka
menciptakan bahasa rahasia.
Seiring dengan berkembangnya zaman semakin terlihat pengaruh
bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia, sehingga penggunaannya menimbulkan
dampak negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Masyarakat sudah banyak yang menggunakan bahasa gaul bukan hanya di kota-kota
besar saja tetapi di kota-kota kecil pun menggunakan bahasa gaul tersebut
terutama para remaja. Karena pengaruh bahasa gaul lah yang menyebabkan mereka
lupa akan bahasa nasionalnya sendiri yaitu bahasa Indonesia, sangat ironis
memang. Padahal ini sangat bertolak belakang dengan isi dari sumpah pemuda yang memiliki bahasa pemersatu bangsa yaitu bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional dalam kongtes pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Kata-kata yang merujuk pada bahasa gaul yang booming kini
seperti ciyus ‘serius’,miapah ‘demi apa’, enelan ‘beneran’
dan masih banyak lagi. Sepintas, kata-kata seperti itu terkesan lumrah
terdengar sehari-hari. Penggunaannya marak digunakan oleh berbagai kalangan
khususnya para remaja. Banyak yang menganggap jika penggunaan kata-kata terebut
dianggap wajar dan lucu atau bahkan mencirikan identitas dari sekelompok
masyarakat bahasa tertentu.
Penggunaan kata-kata tersebut pada masa kini tak lagi
diucapkan pada kelompok tutur sebaya, namun terkadang remaja saat ini dengan
tidak sadar ataupun tidak sengaja melakukan tindak tutur dengan menggunakan
bahasa tersebut kepada orang yang lebih tua. Unsur-unsur atau pihak-pihak yang
terlibat dalam tindak tutur itu sama sekali tidak dihiraukan dalam tindak
bahasanya. Hal ini amat mengkhawatirkan. Hanya dari kesalahan penggunaan
bahasa, bisa jadi menimbulkan banyak kesalahan persepsi yang menyebabkan
berbagai gesekan yang timbul dalam masyarakat. Hal inilah yang menimbulkan
masyarakat bahasa cenderung bersikap negatif atas penggunaan kata-kata gaul
tersebut.
Ada pula penggunaan bahasa Indonesia yang menggunakan Kata-kata
slang .
Kata-kata selang adalah kata-kata nonstandar yang informal,
yang disusun secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer;
atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga, dan jenaka yang dipakai dalam
percakapan. Kata-kata slang dibentuk agar bahasa menjadi lebih hidup dan asli.
Semua orang, terutama remaja, selalu mencoba menggunakan bahasa atau kata-kata
lama dengan cara-cara baru atau dengan arti baru.
Berikut adalah beberapa jenis slangisasi atau pembentukan
bahasa slang menurut versi Wikipedia:
Mempersingkat kata dan menambahkan imbuhan –in pada akhir
kata.
Contoh :
semakin menjadi makin
memikirkan menjadi mikirin
menanyakan menjadi nanyain
menyebalkan menjadi nyebelin
2. Mengganti imbuhan
ter- menjadi ke- pada awal kata.
Contoh :
tertangkap menjadi ketangkep
terpeleset jadi kepeleset
3. Menghilangkan
sebagian huruf pada kata untuk mempersingkat.
Contoh :
habis menjadi abis
sudah menjadi udah
4. Menyatukan dua
kata menjadi satu kata baru dengan tetap mempertahankan maknanya.
Contoh :
terima kasih menjadi makasih
percaya diri menjadi pe
jaga image menjadi ja’im
jaman dulu menjadi jadul
malas gerak menjadi mager
curahan hati menjadi curhat
gede rasa menjadi geer/ GR
5. Mengganti huruf
vokal “a” dengan huruf vokal “e”.
Contoh :
malas menjadi males
penar menjadi bener
pintar menjadi pinter
segar menjadi seger
6. Mengganti diftong
dengan huruf monosilabus.
Contoh :
kalau menjadi kalo
pakai menjadi pake
sampai menjadi sampe
7. Menambahkan huruf
pemberhenti pada akhir kata.
Contoh :
pakai menjadi pakek
tidak menjadi enggak
8. Menambahkan awalan
nge- atau ng- pada awal kata.
Contoh :
membajak menjadi ngebajak
bermimpi menjadi ngimpi
kabur menjadi ngabur
menggebet menjadi ngegebet
9. Kata-kata yang
diterjemahkan secara langsung dari bahasa asalnya.
Contoh :
swear menjadi suer
by the way menjadi betewe (btw)
10. Kata-kata yang
tercipta dengan sendirinya secara unik, tanpa memperhatikan sepuluh aturan di
atas.
Contoh : cuek
dia menjadi do’i
iya menjadi yo’i
jayus
jijik à jijay
jomblo
blo’on
ABG/ abege (anak baru gede)
cupu
gebetan
jutek
lebai
alay
pedekate/
PDKT
matre
telmi
nongkrong
curcol
(curahan hati colongan)
bokap
nyokap
buset
klepto
kepo
galau
nebeng
Dan media jejaring sosial faktor yang paling besar adanya
bahasa-bahasa gaul yang bermuculan. Sebagian besar remaja beranggapan bahwa
media jejaring sosial adalah pusat dari segala informasi. Ketika, mereka tidak
dapat terhubung dengan media jejaring sosial, mereka akan merasa bahwa saat itu
adalah akhir dari dunia pergaulannya. Mereka akan merasa tidak mengetahui
berita-berita terbaru, tidak tahu gossip terkini, dan tidak tahu bahasa-bahasa
“gaul” terbaru.
Penggunaan kata-kata tersebut cukup
mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia. Mengingat pengaplikasian bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan belum terkondisikan dengan cukup baik.
Penggunaan bahasa Indonesia masih harus diperhatikan lebih lanjut karena
posisinya yang juga bersaing dengan penggunaan bahasa daerah maupun bahasa
asing yang masuk di wilayah Indonesia.
Kata-kata gaul tersebut dianggap mampu mengganggu stabilitas
penggunaan bahasa Indonesia oleh para remaja. Remaja yang merupakan agen
pembawa keberlangsungan bahasa Indonesia harus berjuang lebih keras dalam upaya
mempertahankan bahasa persatuannya dari berbagai pengaruh yang cenderung
negatif tersebut. Oleh karena itu, remaja Indonesia diharapkan mampu memberikan
usaha terbaiknya dalam mempertahankan keberlangsungan bahasa Indonesia yang
baik tanpa menghilangkan identitas kebahasaan sehingga remaja Indonesia
tidak mudah terpapar oleh pengaruh-pengaruh negatif dalam hal kebahasaan
tersebut.
sumber terkait : http://edukasi.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar